word cloud, words, tag

Optimisme Realistis vs Optimisme Beracun. Apa Bedanya?

Optimisme adalah keyakinan bahwa masa depan memiliki potensi yang baik, bahkan di tengah tantangan. Dalam kehidupan sehari-hari, optimisme bisa menjadi bahan bakar yang mendorong kita untuk terus maju. Namun, tidak semua optimisme memberikan dampak yang positif. Ada optimisme yang sehat, dikenal sebagai optimisme realistis, yang membantu kita menghadapi kenyataan dengan pikiran terbuka. Sebaliknya, ada pula optimisme beracun, yang justru membuat kita mengabaikan tantangan dan terjebak dalam ekspektasi yang tidak realistis.

Optimisme realistis itu kayak sahabat yang selalu ada buat ngingetin kamu kalau hidup nggak selalu mulus, tapi itu bukan berarti kamu nggak bisa maju. Sebaliknya, optimisme beracun itu seperti suara di kepala yang bilang, “Nggak usah khawatir, semuanya pasti sempurna!” Padahal, suara itu nggak kasih ruang untuk mempersiapkan diri menghadapi kenyataan.

Kapan Optimisme Disebut Realistis atau Beracun?

Optimisme realistis dan beracun dapat dibedakan dari bagaimana kamu merespons tantangan dan menetapkan harapan.

  • Optimisme Realistis terjadi ketika kamu menyadari adanya tantangan, tetapi tetap memilih untuk berharap dan berusaha. Kamu mempertimbangkan risiko, membuat rencana cadangan, dan tidak mengabaikan kenyataan yang ada. Contohnya, saat kamu ingin memenangkan lomba menulis, kamu tahu persaingannya ketat. Tapi, kamu tetap menulis dengan maksimal sambil menerima kemungkinan untuk kalah sebagai bagian dari pengalaman.
  • Optimisme Beracun muncul saat kamu menolak melihat realitas dan hanya fokus pada hasil ideal tanpa persiapan menghadapi risiko. Misalnya, kamu yakin karyamu pasti menang tanpa memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas atau memahami juri. Ketika hasilnya tidak sesuai harapan, kamu merasa hancur karena ekspektasi yang terlalu tinggi.

Tanda lain optimisme beracun adalah perasaan bersalah atau gagal ketika kamu merasa sedih atau lelah. Seolah-olah kamu “tidak boleh” merasakan emosi negatif karena harus selalu terlihat positif.

Apa itu Optimisme Beracun?

Optimisme beracun adalah pola pikir yang cenderung menolak realitas sulit. Ini seperti kamu memaksa diri untuk terus bahagia dan berpikir positif, walaupun situasinya sedang berat. Mungkin awalnya terlihat seperti hal yang baik, tapi lama-kelamaan, hal ini bisa bikin kamu menghindari masalah atau merasa gagal saat kenyataan nggak sesuai harapan.

Misalnya, bayangin kamu sedang mengerjakan sebuah proyek seni. Kamu yakin banget bahwa karya ini akan viral. Optimisme seperti ini bisa bikin kamu terlalu fokus pada hasil akhir dan lupa menikmati proses. Akhirnya, ketika hasilnya nggak sesuai ekspektasi, kamu merasa hancur.

ai generated, man, cloud

Coba deh, mulai kenali tanda-tanda optimisme beracun dalam dirimu. Apakah kamu sering mengabaikan kekhawatiran atau kritik karena merasa itu hanya akan “menghalangi” energi positifmu? Kalau iya, mungkin saatnya untuk mundur sejenak dan refleksi.

Kenapa Optimisme Realistis Lebih Sehat?

Optimisme realistis itu nggak berarti kamu harus pesimis atau nggak percaya diri, lho. Ini lebih soal melihat dunia apa adanya, sambil tetap punya harapan. Dengan cara ini, kamu bisa tetap semangat tanpa mengabaikan tantangan yang ada.

Bayangin kalau kamu sedang menulis sebuah novel. Optimisme realistis akan berkata, “Menulis novel itu butuh waktu dan usaha. Aku mungkin akan mengalami writer’s block, tapi itu bagian dari proses.” Sikap ini bikin kamu lebih siap menghadapi hambatan dan lebih sabar dengan diri sendiri.

Bagaimana Menerapkan Optimisme Realistis?

Kamu bisa mulai dengan beberapa langkah sederhana:

  1. Pahami bahwa kegagalan itu wajar. Saat kamu merasa gagal, coba ingatkan diri sendiri bahwa itu bukan akhir dari segalanya. Misalnya, jika lukisanmu nggak diterima di galeri, anggap itu sebagai bagian dari perjalanan untuk belajar dan berkembang.
  2. Tetapkan ekspektasi yang fleksibel. Bukannya menurunkan standar, ini lebih tentang memberi ruang untuk perubahan. Kalau kamu sedang membuat musik dan nggak puas dengan hasilnya, pikirkan ini sebagai kesempatan untuk mengeksplorasi ide baru.
  3. Fokus pada proses, bukan hasil. Kadang kita terlalu terobsesi dengan hasil akhir sampai lupa bahwa proses kreatif itu sendiri adalah pengalaman berharga. Misalnya, nikmati setiap goresan kuas saat melukis, alih-alih hanya memikirkan bagaimana reaksi orang terhadap lukisan itu.
  4. Cari feedback dengan pikiran terbuka. Kritik bisa jadi hal yang menakutkan, tapi kalau kamu terima dengan hati yang lapang, itu justru bisa jadi kunci untuk tumbuh. Misalnya, ajak teman atau mentor untuk melihat karya kamu dan dengarkan apa yang mereka katakan.

Menyeimbangkan Harapan dan Kenyataan

Proses kreatif itu nggak pernah linear. Kadang kamu merasa di atas, kadang di bawah. Optimisme realistis membantu kamu menjaga keseimbangan antara harapan dan kenyataan. Kamu tetap bisa bermimpi besar, tapi juga sadar kalau ada kerja keras yang perlu dilakukan untuk mencapainya.

atlanta, background, brick

Jadi, lain kali kalau kamu merasa terjebak dalam kegagalan atau terlalu tertekan untuk “selalu positif,” coba ingat: kamu nggak harus memilih antara harapan dan realitas. Kamu bisa punya keduanya. Dengan begitu, kamu akan lebih siap menghadapi setiap fase dalam proses kreatifmu. Dan ingat, setiap langkah, bahkan yang terasa seperti mundur, tetap membawa kamu lebih dekat ke tujuanmu.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top